https://brillyelrasheed.blogspot.com/2013/12/haruskah-menolak-hegemoni-para-ulama.html
Oleh H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Biarlah ada orang yang
mengatakan dengan penuh keyakinan tidak perlu takut membangkan dari konstruksi
Islam dengan dalih Islam sudah terkontaminasi interpretasi manusia termasuk
para ulama (mufassir, syurrah dan fuqaha) serta para nabi yang mana sudah barang
tentu tidak lagi absolut melainkan relatif sesuai dengan konteks. Biarlah ada
ide semacam itu, kita tidak perlu tertarik karena standar kita sudah jelas
bahwa tidaklah Allah Ta’ala mengutus rasul dan menurunkan kitab kecuali dengan
bahasa kaumnya. Artinya ini legitimasi Allah Ta’ala sudah membebaskan para
rasul bagaimana terserah mereka menginterpretasi wahyu suciNya. Aritnya juga
Allah Ta’al mengizinkan kita beragama sebagaimana agama para rasul yang pada
dasarnya berasal dariNya.
----> http://quantumfiqih.wordpress.com/
Biarlah ada ide semacam
itu, kita tidak perlu gentar dan merasa sudah salah dalam beragama, karena kita
kelak kita ditanya oleh malaikat penjaga qubur, “Apa agamamu?” Kita bisa dengan
tenang menjawab, “Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.” Sementara para
penggagas ide tersebut tidak bisa menjawab begitu, tapi, “Agama Islam yang
relatif menurut interpretasi masing-masing personal.” Apakah kiranya jawaban
tersebut akan diterima oleh para malaikat?
Kita perlu tanyakan
kepada mereka, apa berarti kalau kita “konservatif” –dalam definisi mereka-
seperti ini lantas kita termasuk sudah menjadikan Islam tidak lagi profan dan
kita telah mendesakralisasi Islam? Entahlah silakan para pencetus ide tersebut
menilai. Yang pasti, kita sudah punya legitimasi dari Allah yang suci dan sakral
yaitu ayat athii’ullaah wa athii’ur rasuul. Artinya Allah mengizinkan kita taat
kepada rasul yang sangat pasti eksistensinya sebagai manusia biasa sekaligus
delegasinya. Kita tidak akan dituntut oleh Allah, “Apakah rasul menginterpreasi
wahyu dengan benar?” Kita hanya dituntut, “Apakah kamu sudah taat pada rasul?”
----> http://sby-corporation.blogspot.com/
Kalau kita beragama
berdasarkan interpretasi kita masing-masing, apakah yang akan kita katakan
ketika kita dihisab oleh Allah Ta’ala? Apakah kita akan menggertak Allah,
“Jangan salah kan saya. Yang penting saya sudah beragama Islam. Anda tidak bisa
menyalahkan saya, karena agama Anda memang relatif, jadi saya berhak
menginterpretasi menurut pemahaman saya. Agama Anda tidak tepat kalau dibiarkan
tidak bisa dikontekskan dengan situasi.” Apakah begitu argumen kita?
----> http://cafeilmubrilly.blogspot.com/
Kalau kita beragama
berdasarkan interpretasi para ulama, kita tenang saja. Ada firmanNya, “Wa Ulil
Amri minkum” dan ada pula ayatnya, “Fas’aluu Ahladz Dzikri.” Barangkali prinsip
kita yang terakhir ini dimentahkan juga, tenang saja, kita jawab, “Apakah Anda
sudah setaraf dengan para ulama sekaliber Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, Imam Nawawi,
Imam Suyuthi, Imam Munawi, Imam Syafi’i dan ulama mujtahid lainnya sehingga
Anda merasa berhak menginterpretasi sebagaimana mereka?”
Dijual Kitab Mudzakkirat Ushul Fiqh hubungi whatsapp 082140888638.
Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id