Rizqi Tidak Harus Berupa Harta



Ada sebuah kisah yang sangat menarik dari Sulthan Ibrahim bin Ad-ham. Sebuah sejarah yang benar-benar membuat kita memutar otak flashback masa lalu. Saat itu, suasana di sekitar Ka’bah riuh rendah suara talbiyah dan bacaan dzikir serta ayat-ayat suci. Syaqiq Al-Balkhi, guru dari Hatim Al-Ashamm, ketika itu ada di Makkah, tak jauh dari Masjidil Haram. Bersamaan dengan itu, Ibrahim bin Ad-ham juga ada di Makkah. Keduanya pun saling bersua atas prakarsa para murid mereka. Terjadilah dialog spiritual, “Wahai Syaqiq, apa yang menjadi prinsip dasar hidupmu?” “Prinsip kami adalah apabila kami diberi rizqi, maka kami makan, apabila tidak, kami diam dan sabar,” jawab Syaqiq. Ibrahim bin Ad-ham menimpal, “Lalu, kalau begitu, apa bedanya dengan anjing-anjing di kota Balkh. Anjing-anjing itu kalau diberi makanan, mereka makan, kalau tidak, mereka sabar dan diam.” Deg, Syaqiq tersedak oleh sebuah retorika yang menyentil telinga itu. Syaqiq pun balik bertanya, “Lalu apa yang menjadi prinsip paling mendasar dalam hidupmu?” Ibrahim menjawab dengan maksud meneladankan, “Prinsip hidup kami adalah apabila diberi rizqi, maka kami mendahulukan orang lain (bershadaqah), apabila tidak, maka kami memuji dan bersyukur.” Syaqiq langsung berdiri mendekati Ibrahim lantas bersimpuh di hadapan beliau seraya berkata, “Engkaulah ustadz dan guru kami.” Kisah ini dilaporkan dalam kitab Siyar A’lam An-Nubala` oleh Al-Imam Adz-Dzahabi.
Kisah ini setidaknya menggambarkan bahwa rizqi tidak selamanya berupa harta. Anda setuju? Masih kurang paham? Berikut saya tampilkan kisah yang lain untuk pembaca. Kisah termulia yang akan meyakinkan Anda bahwa harta memang karunia-Nya tapi tidak satu-satunya. Karunia Allah Al-Hakim bisa berupa kesehatan, kenyamanan, kelapangan, keindahan, kenikmatan dan lain sebagainya.
Anas bin Malik berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah. Lalu Rasulullah menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?” Kemudian Rasulullah bersabda,
لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.” [Shahih: HR. Muslim no. 898.]
An-Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut…. Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama Syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut. Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.” [Syarh Muslim, Yahya bin Syarf An-Nawawi, 6/195-196, Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, cetakan kedua, 1392 H.]


Related

Bisnis 6820397502811476401

Posting Komentar

Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id

emo-but-icon

Hot in week

Random Post

Cari Blog Ini

Translate

Total Tayangan Halaman

Our Visitors

Flag Counter

Brilly Quote 1

Brilly Quote 2

Brilly Quote 3

item