Buta Mengantarnya Ke Surga
http://brillyelrasheed.blogspot.com/2012/05/buta-mengantarnya-ke-surga.html
Oleh Brilly El-Rasheed
Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Merupakan ujian yang cukup berat bagi seorang muslim adalah ujian buta. Hilangnya penglihatan bisa mengurangi produktifitas amal. Walau demikian, jangan berputus asa apalagi berkelit menghindarkan diri dari keharusan mengoptimalkan kebaikan. Semestinya, kita tanam dalam nurani, “Ya, Allah telah memberiku kelebihan, mataku buta. Dan buta harus bisa menjadikanku sebagai penghuni surga paling bahagia.” Allah telah menjanjikan pahala yang sangat besar bagi orang-orang buta yang mau bersabar dan bisa bersyukur atas musibah buta sejak awal pertama menimpa.
Allah
berfirman,
يَا بْنَ آدَمَ إِذَا أَخَذْتُ كَرِيْمَتَيْكَ فَصَبَرْتَ عِنْدَ الصَّدْمَةِ اْلأُوْلَى وَاحْتَسَبْتَ لَمْ أَرْضَ لَكَ ثَوَابًا دُوْنَ
الْجَنَّةِ
“Wahai anak Adam, apabila Aku ambil kedua matamu lalu engkau bersabar
sejak awal terjadi musibah tersebut, dan engkau berharap balasan, maka Aku
tidak ridha memberikan pahala untukmu selain surga.” [Hasan shahih: Shahih Al-Jami' no. 8143; Shahih
Al-Adab Al-Mufrad no. 415]
Allah
berfirman,
إِذَا قَبَضْتُ مِنْ عَبْدِيْ
كَرِيْمَتَهُ _ وَهُوَ بِهَا ضَنِّيْنَ _ لَمْ أَرْضَ لَهُ ثَوَابًا دُوْنَ
الْجَنَّةِ إِذَا حَمَدَنِيْ عَلَيْهَا
“Tatkala Aku ambil kedua mata
hamba-Ku, Aku tidak ridha balasan baginya selain surga jika dia memuji-Ku atasnya. [Hasan: Ash-Shahihah no. 2010]
Sebuah teladan paling menawan dalam masalah ini adalah Ibnu Ummi Maktum.
Beliau adalah shahabat Nabi yang ditaqdirkan Allah untuk seumur hidup buta.
Kendati demikian, dengan kelebihan itu, beliau menempati posisi sosial yang strategis
berkat kesungguhannya untuk mengoptimalkan ibadah kepada Allah.
Kisahnya bermula saat awal-awal Islam mensyariatkan shalat jama’ah sebagai
sebuah kewajiban atas setiap lelaki muslim baligh muqim yang tidak terkena
‘udzur syar’i.
أَنَّهُ
سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنِّي رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ وَلِي قَائِدٌ لَا يُلَائِمُنِي
فَهَلْ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِي قَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ
قَالَ نَعَمْ قَالَ لَا أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً
Kala itu Ibnu Ummi Maktum menemui
Rasulullah dan bertanya, “Wahai Rasulullah, saya orang buta, rumah saya jauh,
saya memiliki penuntun namun tidak cocok. Apakah ada keringanan bagi saya untuk
shalat di rumah saja?” Rasulullah bersabda, “Apakah engkau mendengar adzan?”
“Ya,” jawabnya. Maka Rasulullah memutuskan, “Saya tidak menemukan keringanan
bagimu.” [Sunan Abu Dawud no. 552]
Dalam riwayat lain disebutkan Ibnu Ummi Maktum memaparkan alasan lain lagi.
قَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَسْمَعُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ فَحَيَّ هَلًا
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya di
kota Madinah, banyak binatang berbisa dan binatang busa.” Nabi bersabda,
“Apakah engkau mendengar seruan adzan, “Hayya ‘alash-Shalah, hayya
‘alal-Falah”? Maka penuhilah!” [Sunan Abu Dawud no. 553]
Di lain kesempatan, Ibnu Ummi Maktum melaporkan alasan lain agar mendapat rukhshah meninggalkan shalat
berjama’ah lima waktu,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ بَيْنِي وَبَيْنَ الْمَسْجِدِ نَخْلاً وَشَجَرًا وَلاَ
أَقْدِرُ عَلَى قَائِدٍ كُلَّ سَاعَةٍ أَيَسَعُنِي أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِي؟
قَالَ: أَتَسْمَعُ الْإِقَامَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَأْتِهَا.
“Wahai Rasulullah, antara rumahku dengan masjid banyak pohon kurma dan semak belukar. Dan tidak ada lagi orang yang dapat menuntunku. Apakah boleh bagiku untuk di rumahku?” Rasulullah bertanya, “Apakah engkau mendengar iqamah?” Ia menjawab, “Ya.” Maka Rasulullah bersabda, “Kalau begitu datangilah panggilan tersebut!” [Musnad Ahmad]
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa
ketika itu usia Ibnu Ummi Maktum sudah renta.
يَا رَسُوْلَ اللهِ! بِأَبِي وَأُمِّي
أَنَا كَمَا تَرَوْنِي، قَدْ دَبَرْتُ سِنَّي، وَرََّقَ عَظْمِي، وَذَهَبَ
بَصَرِي، وَلِيَ قَائِدٌ لاَ يُلاَمُنِي قِيَادُهُ إِيَايَ، فَهَلْ تَجِدُ لِي
رَخْصَةً اُصَلِّي فِي بَيْتِي الصَّلَوَاتِ؟ قَالَ: أَتَسْمَعُ المُؤَذِّنُ فيِ
الْبَيْتِ الَذِي أَنْتَ فِيْهِ؟ قَال: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ رَسُوْلُ
الله صلى الله عليه وسلم: مَا أِجِدُ لَكَ رَخْصَةً، وَلَوْ يَعْلَمُ هَذَا
الْمُخْتَلِفُ عَنِ الصَّلاَةِ فِي الْجَمَاعَةِ مَا لِهَذَا الْمَاشِي إِلَيْهَا
َلأَتَاهَا وَلَوْ حَبْوًا عَلَى يَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ.
“Wahai Rasulullah, ayah dan ibuku
sebagai jaminan untukmu. Sungguh aku –sebagaimana yang engkau lihat—adalah
orang yang telah tua umurnya, rapuh tulangku (renta), hilang pandanganku
(buta), dan aku memiliki penuntun yang tidak cocok denganku, apakah engkau
memiliki rukhsah untukku agar aku shalat di rumah?”
Rasulullah bertanya, “Apakah
engkau mendengar suara muadzin di rumah yang kamu tinggal di dalamnya?”
Ia menjawab, “Ya.” Maka nabi pun bersabda, “Aku
tidak menemukan keringanan untukmu. Sungguh kalau orang yang tidak hadir
shalat jama'ah ke masjid itu mengetahui apa pahalanya orang yang berjalan
menuju shalat jama'ah, niscaya ia akan mendatanginya walaupun merangkak dengan
kedua tangan dan kakinya.” [Shahih
At-Targhib wa At-Tarhib 1/247]
Berdasarkan romantika yang dihadapi Ibnu Ummi Maktum karena kebutaannya
ini, mayoritas ulama kemudian berhujjah dengannya dan memutuskan bahwa shalat
fardhu lima waktu wajib dilaksanakan secara berjama’ah selalu. Di antaranya
adalah Ibnu Al-Mundzir yang berkata, “Jika orang yang buta tidak mendapatkan
‘udzur meninggalkan shalat jama'ah, maka orang yang memiliki penglihatan normal
lebih tidak ada ‘udzur lagi. Tidak ada keringanan sama sekali baginya.” [Al-Ausath
fi As-Sunan wa Al-Ijma' wa Al-Ikhtilaf 4/132]
Ulama lainnya yaitu Al-Khathabi, “Dalam hadits ini ada dalil bahwa
menghadiri shalat jama'ah adalah wajib. Kalau saja shalat jama'ah itu hanya
anjuran, maka yang lebih pantas untuk meninggalkannya adalah orang yang
memiliki ‘udzur dan kelemahan atau orang yang seperti Abdullah bin Umi Maktum. [Ma’alim
As-Sunan 1/160]
Setelah beberapa kali meminta rukhshah untuk “tidak mengoptimalkan” shalat
fardhu, akhirnya Ibnu Ummi Maktum yang buta ini membulatkan tekad untuk
mengoptimalkan setiap shalat fardhu dengan cara selalu berjama’ah walaupun
beliau sudah tua renta, harus menempuh perjalanan cukup jauh bagi ukuran orang
yang berusia senja, melewati banyak pepohonan kurma, semak belukar, ancaman
terkaman hewan buas atau serangan binatang berbisa, ditambah tidak memiliki
penuntun.
Ibnu Ummi Maktum tidak menjadi terpuruk dengan kebutaannya. Bahkan beliau
semakin sukses. Rasulullah setelah melihat semangatnya yang membara untuk
menampakkan syiar-syiar Islam, maka Rasulullah menugaskannya untuk menjadi
muadzin.
Dari Ibnu ‘Umar,
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ
بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ أَوْ قَالَ حَتَّى تَسْمَعُوا
أَذَانَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ وَكَانَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ رَجُلًا أَعْمَى لَا
يُؤَذِّنُ حَتَّى يَقُولَ لَهُ النَّاسُ أَصْبَحْتَ
Rasulullah berkata, “Bilal
mengumandangkan adzan di malam hari, maka makan dan minumlah kalian sampai Ibnu
Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” Ibnu ‘Umar mengomentari, “Beliau adalah
orang buta yang tidak akan mengumandangkan adzan sampai ada yang mengatakan
kepadanya, “Waktu shubuh telah tiba! Waktu shubuh telah tiba!”.” [Shahih
Al-Bukhari no. 582]
Ibunda ‘Aisyah juga mengisahkan,
كَانَ ابْنُ
أُمِّ مَكْتُومٍ يُؤَذِّنُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ أَعْمَى
Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan
adzan untuk Rasulullah padahal beliau buta. [Shahih Muslim no. 871]
Kisah diangkatnya Ibnu Ummi Maktum sebagai muadzin ini juga dijadikan dasar
hukum oleh para ulama tentang bagaimana orang buta menentukan waktu-waktu ibadah,
yaitu dengan berijtihad atau dengan bertaqlid kepada orang yang tsiqah (kredibel)
yang memberitahunya tentang hal itu.
An-Nawawi menjelaskan, “(Ketika tidak mengetahui waktu shalat) orang yang
buta tetap terkena kewajiban yang sama dengan orang yang bisa melihat... orang
buta berijtihad seperti orang yang melihat dalam masalah waktu shalat, jika
memang tidak ada orang tsiqah yang menyaksikan (waktu shalat) lalu
memberitahukannya (kepadanya)... (jika ada orang tsiqah yang memberitahunya)
maka ia tidak boleh berijtihad, melainkan wajib melaksanakan pemberitahuan
tersebut.” [Al-Majmu’ 2/72]
Kembali ke kisah Ibnu Ummi Maktum, merasa mendapatkan kepercayaan agung dan
perhatian khusus dari Rasulullah, Ibnu Ummi Maktum semakin bersemangat
menyiarkan Islam. Beliau senantiasa istiqamah melazimi perintah Rasulullah
untuk menjadi muadzin. Selanjutnya, menyaksikan keteguhan Ibnu Ummi Maktum
dalam menjalankan Islam dalam kondisi buta, akhirnya Ibnu Ummi Maktum diserahi
tugas oleh Rasulullah untuk menjadi imam rawatib sekaligus khalifah pengganti
sementara untuk kota Madinah. ‘Aisyah dan Anas bin Malik menyebutkan,
sesungguhnya Nabi mengangkat Ibnu Ummi Maktum (menjadi khalifah pengganti
sebanyak dua kali) untuk kota Madinah dan mengimami orang shalat. [Sunan Abu
Dawud no. 595, 2931]
Padahal ada Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman dan shahabat-shahabat lainnya yang
lebih utama? Tapi mengapa Rasulullah mengistimewakan Ibnu Ummi Maktum dan
memilihnya menggantikan beliau memimpin Madinah? Karena tidak ada alasan untuk
tidak ikut berperan bagi kejayaan Islam. Rasulullah juga ingin mengajarkan, kebutaan
jangan menjadikan kita sebagai benalu apalagi tidak berprestasi apa-apa.
Maka, saudaraku yang diberi kelebihan oleh Allah berupa kebutaan, ingatlah akan janji Allah, Allah akan mengganti kebutaan di dunia yang hanya sebentar ini dengan surga yang sangat indah. Dan yakini, buta adalah kelebihan dari Allah, “Saya harus tetap berprestasi, dan bahkan lebih sukses dari orang yang tidak buta, seperti Ibnu Ummi Maktum.”
Maka, saudaraku yang diberi kelebihan oleh Allah berupa kebutaan, ingatlah akan janji Allah, Allah akan mengganti kebutaan di dunia yang hanya sebentar ini dengan surga yang sangat indah. Dan yakini, buta adalah kelebihan dari Allah, “Saya harus tetap berprestasi, dan bahkan lebih sukses dari orang yang tidak buta, seperti Ibnu Ummi Maktum.”
Artikel brillyelrasheed.blogspot.com
Artikel ini sudah pernah dimuat di Majalah Islam Nasional Ar-Risalah
Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id