Haruskah Menolak Hegemoni Ulama



Oleh H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.

 
Biarlah ada orang yang mengatakan dengan penuh keyakinan tidak perlu takut membangkan dari konstruksi Islam dengan dalih Islam sudah terkontaminasi interpretasi manusia termasuk para ulama (mufassir, syurrah dan fuqaha) serta para nabi yang mana sudah barang tentu tidak lagi absolut melainkan relatif sesuai dengan konteks. Biarlah ada ide semacam itu, kita tidak perlu tertarik karena standar kita sudah jelas bahwa tidaklah Allah Ta’ala mengutus rasul dan menurunkan kitab kecuali dengan bahasa kaumnya. Artinya ini legitimasi Allah Ta’ala sudah membebaskan para rasul bagaimana terserah mereka menginterpretasi wahyu suciNya. Aritnya juga Allah Ta’al mengizinkan kita beragama sebagaimana agama para rasul yang pada dasarnya berasal dariNya. 

----> http://quantumfiqih.wordpress.com/
Biarlah ada ide semacam itu, kita tidak perlu gentar dan merasa sudah salah dalam beragama, karena kita kelak kita ditanya oleh malaikat penjaga qubur, “Apa agamamu?” Kita bisa dengan tenang menjawab, “Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.” Sementara para penggagas ide tersebut tidak bisa menjawab begitu, tapi, “Agama Islam yang relatif menurut interpretasi masing-masing personal.” Apakah kiranya jawaban tersebut akan diterima oleh para malaikat?
Kita perlu tanyakan kepada mereka, apa berarti kalau kita “konservatif” –dalam definisi mereka- seperti ini lantas kita termasuk sudah menjadikan Islam tidak lagi profan dan kita telah mendesakralisasi Islam? Entahlah silakan para pencetus ide tersebut menilai. Yang pasti, kita sudah punya legitimasi dari Allah yang suci dan sakral yaitu ayat athii’ullaah wa athii’ur rasuul. Artinya Allah mengizinkan kita taat kepada rasul yang sangat pasti eksistensinya sebagai manusia biasa sekaligus delegasinya. Kita tidak akan dituntut oleh Allah, “Apakah rasul menginterpreasi wahyu dengan benar?” Kita hanya dituntut, “Apakah kamu sudah taat pada rasul?”

----> http://sby-corporation.blogspot.com/
 
Kalau kita beragama berdasarkan interpretasi kita masing-masing, apakah yang akan kita katakan ketika kita dihisab oleh Allah Ta’ala? Apakah kita akan menggertak Allah, “Jangan salah kan saya. Yang penting saya sudah beragama Islam. Anda tidak bisa menyalahkan saya, karena agama Anda memang relatif, jadi saya berhak menginterpretasi menurut pemahaman saya. Agama Anda tidak tepat kalau dibiarkan tidak bisa dikontekskan dengan situasi.” Apakah begitu argumen kita?

----> http://cafeilmubrilly.blogspot.com/

Kalau kita beragama berdasarkan interpretasi para ulama, kita tenang saja. Ada firmanNya, “Wa Ulil Amri minkum” dan ada pula ayatnya, “Fas’aluu Ahladz Dzikri.” Barangkali prinsip kita yang terakhir ini dimentahkan juga, tenang saja, kita jawab, “Apakah Anda sudah setaraf dengan para ulama sekaliber Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, Imam Nawawi, Imam Suyuthi, Imam Munawi, Imam Syafi’i dan ulama mujtahid lainnya sehingga Anda merasa berhak menginterpretasi sebagaimana mereka?”


Dijual Kitab Mudzakkirat Ushul Fiqh hubungi whatsapp 082140888638.


Related

Aqidah 3277435943485705359

Posting Komentar

Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id

emo-but-icon

Hot in week

Random Post

Cari Blog Ini

Translate

Total Tayangan Halaman

Our Visitors

Flag Counter

Brilly Quote 1

Brilly Quote 2

Brilly Quote 3

item