Efek Islamophobia
https://brillyelrasheed.blogspot.com/2014/05/efek-islamophobia.html
Oleh Leni Nur Wahyuni, S.Pd.
Maraknya
pemberitaan aliran-aliran sesat oleh media massa baik elektronik maupun
nonelektronik berdampak buruk bagi generasi penerus umat Muslim. Dari
pemberitaan besar-besaran itu memang banyak sekali efek positifnya, yaitu semakin
banyak orang yang akalnya lurus mengikuti manhaj yang haq yaitu Ahlu As-Sunnah
wa Al-Jama'ah, semakin mudah diketahui mana manhaj yang sesat, orang-orang
semakin selektif dalam mengambil ilmu yang terkait dengan Islam, timbul sikap
eksklusif terutama terhadap orang-orang sesat.
Namun di sisi lain, di balik gencarnya pemberitaan massal
tentang aliran sesat itu, muncul sikap phobia terhadap Islam. Ini biasanya
menghinggapi pikiran orang-orang yang belum mendalam iman mereka. Melihat
kenyataan seperti itu, banyaknya orang-orang yang "tampil dan
bergaya" menekuni Islam, namun pada akhirnya mereka malah terperosok dalam
kesesatan, mengebom sana-sini, menjarah rumah orang-orang nonmuslim, bersikap
tertutup, dan sebagainya, akhirnya mereka mengkambing
hitamkan Islam. Mereka menuduh Islam-lah biang keladi penyebab kenyelenehan
orang-orang sesat itu. Mereka katakan, "Lihatlah, mereka yang tekun
belajar agama malah kayak orang aneh."
Greget mempelajari Islam dengan metode yang benar kini seolah
tergilas oleh perasaan phobia terkungkung kesesatan. Beberapa waktu yang lalu,
penulis sempat mendengar berita ada seorang anak yang belajar di sebuah
pesantren, kedua orang tuanya secepat kilat memboyongnya pulang. Alasannya
adalah kecurigaan tak beralasan terhadap pesantren itu. Banyak pula peristiwa
serupa. Bahkan, penulis sendiri mengalaminya sendiri. Penulis yang berniat
untuk melanjutkan studi Islam yang awalnya
otodidak ke sebuah pesantren, kedua orang tua penulis jauh-jauh hari memutar
otak berpikir seribu kali. Menasehati penulis hingga penulis hafal betul
nasehat beliau. Bayang-bayang kesesatan selalu saja berjalan di depan
kesuksesan menekuni ilmu Islam.
Sikap preventif terhadap keterjerumusan dalam kesesatan tersebut memang harus ada. Namun tidak selamanya benar. Tindakan preventif tersebut akan menjelma sebagai sebuah kesalahan mutlak ketika ia menghalangi niat baik seseorang untuk mempelajari Islam dengan metode yang benar. Jadi jangan sampai niat melindungi dari kesesatan melenceng menjadi sikap menjauhi Islam secara mutlak. Atau lantas membuat kita mempelajari Islam sekedarnya saja dan lebih menyibukkan diri dengan ilmu duniawi. Atau juga mengambil sikap taqlid buta kepada seorang ustadz atau ulama yang penampilannya meyakinkan, dan menutup diri dari ustadz yang lainnya.
Kita bisa bayangkan, andai saja tindakan preventif yang
melenceng itu dibiarkan dan islamophobia itu dipelihara, maka apa jadinya Islam
ini. Islam akan menjadi sebuah momok. Islam
akan dijauhi seperti orang-orang menjauhi kotoran manusia. Islam akan dianggap
sebagai sebuah kesesatan. Lalu apa bedanya kesesatan dengan Islam. Padahal
Islam adalah kebenaran, bebas dari kesesatan. Dan pada klimaksnya, Islam hanya
tinggal nama, tidak ada satu pun orang yang tahu hakikatnya.
Nabi Muhammad berkata, “(Kelak) Islam akan mengalami kelunturan seperti lunturnya batik baju,
sehingga tidak diketahui lagi apa itu shalat, puasa, ibadah dan sedekah. Dan
Al-Qur’an sungguh akan dibawa pergi, sehingga tak ada satupun yang tersisa di
muka bumi ini. Golongan manusia yang tersisa adalah Kakek dan Nenek. Mereka
berkata, “Kami mendapatkan kalimat seperti ini dari nenek moyang kami La Ilaha
Illallah (tidak ada tuhan yang benar kecuali Allah), oleh karena itu kami
mengucapkannya.” [Shahih: Sunan Ibnu Majah no.4049]
| Krupuk Kedelai: Produk Khas Kab. Lamongan. Bukan kripik tempe! |
Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id