Hukum Fiqih Tentang Durhakakah Anak Yang Menolak Paksaan Nikah dari Wali Orang Tua dengan Calon yang Tidak Diminatinya | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.) | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | Bahtsul Masail Fatwa Tarjih


Konsultasi Syariah & Fiqih (KASYAF) No. 345 - Durhakakah Anak Yang Menolak Paksaan Nikah Orang Tua


#broadcastquantumfiqih

No.: KS/1/II/20/QUFI

Topik: [1] Konsultasi Syariah & Fiqih (KASYAF)

Rubrik: quantumfiqihnikah


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

_Pertanyaan_

Ada 2 orang laki2 yang ingin melamar satu perempuan yg sma, si perempuan sudah memantapkan hati untuk memilih lamaran yang kedua, tapi yang pertama tidak rela ustad, Pertanyaan saya: 1. Salah kah si perempuan itu menolak lamaran yang pertama? 2. Apakah durhaka, ia tetap memilih lamaran yang kedua meski orang tua nantinya milih lamaran yang pertama?


Ditanyakan oleh *Diri Hariyadi* (+62 821-6705-0992) dari Bandung pada _4 Februari 2020_


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

_Jawaban_

Pertanyaan semacam ini sudah pernah diajukan kepada kami namun kami belum sempat menjawab secara komplit. Kiranya jawaban berikut dapat memuaskan. Bismillah.


Menerima dan menolak lamaran itu hak setiap wanita. Tidak ada dosa menolak lamaran sekalipun pelamar adalah laki-laki yang sempurna, karena wanita berhak memilih siapapun untuk menjadi calon suaminya. Tidak ada dalil yang mengharamkan wanita menolak lamaran jika dilamar.


Seperti pernah kami paparkan dalam KASYAF (Konsultasi Syariah & Fiqih) nomor 159, bahwa hadits yang melarang menolak lamaran laki-laki shalih maksudnya ditujukan kepada  wali dari sang wanita, agar jangan menghalang-halangi dan agar menerima khitbahnya, dengan menikahkan sang wanita yang ada di bawah perwaliannya jika memang sang wanita yang dilamar itu sudah mau dan sang calon suami layak ba'ah. 


Pada dasarnya orang tua BOLEH ijbar (memaksa) anak wanitanya menikah dengan sosok tertentu yang dikehendaki orang tua namun dengan beberapa syarat:

1 - Tidak menimbulkan mudharat (bahaya) bagi keberlangsungan pernikahan dan bagi anak wanitanya

2 - Calon suami harus sekufu` dengan anak wanitanya

3 - Tidak ada 'adawah (permusuhan/pertengkaran) antara orang tua dengan anak wanitanya, serta antara anak wanitanya dengan calon pilihan orang tua

4 - Maharnya mitsil (sepadan) dengan kualitas anak wanitanya

5 - Sang anak pada saat aqad mengizinkan orang tuanya untuk menikahkan dirinya


Ingat, hukumnya hanya BOLEH, tidak dianjurkan. Lagi pula, bukankah akan lebih indah bila kehidupan rumah tangga itu suka sama suka? Toh yang menanggung problem rumah tangga adalah suami-istri, bukan orang tua maupun mertua. Kalaupun orang tua & mertua ikut campur, akan tambah runyam atau setidaknya suami-istri tidak akan menjadi mandiri.


Syaikh ‘Abdurrahmân Al-Jazîrî memaparkan, 

الشافعية - قالوا : يختص الولي المجبر بتزويج الصغيرة والمجنون صغيرا أو كبيرا والبكر البالغة العاقلة بدون استئذان ورضا بشروط سبعة : الشرط الأول : أن لا يكون بينه وبينها عداوة ظاهرة أما إذا كانت العداوة غير ظاهرة فإنها لا تسقط حقه. الشرط الثاني : أن لا يكون بينها وبين الزوج عداوة أبدا ظاهرة معروفة لأهل الحي ولا باطنة فلو زوجها لمن يكرهها أو يريد بها السوء فإنه لا يصح. الشرط الثالث : أن يكون الزوج كفأ. الشرط الرابع : أن يكون موسرا قادرا على الصداق. وهذه الشروط الأربعة لا بد منها في صحة العقد فإن وقع مع فقد شرط منها كان باطلا إن لم تأذن به الزوجة وترضى به. الشرط الخامس : أن يزوجها بمهر مثلها. الشرط السادس : أن يكون المهر من نقد البلد. الشرط السابع : أن يكون حالا. وهذه الشروط الثلاثة شروط لجواز مباشرة الولي للعقد فلا يجوز له أن يباشر العقد أصلا إلا إذا تحققت هذه الشروط فإذا فعل كان آثما وصح العقد 

“Ulama’ kalangan Syafiiyah berkata: Berlaku syarat khusus bagi wali mujbir yang ingin menikahkan anak perempuannya yang masih kecil, perempuan majnun, baik yang masih kecil atau yang sudah dewasa, perempuan lajang yang dewasa dan berakal sehat, apabila tanpa disertai permintaan izin dan ridla darinya, yaitu: 1) Jika tidak terdapat permusuhan yang nyata antara kedua pihak anak dan walinya. Seumpama ada potensi permusuhan namun tidak nampak nyata, maka potensi tersebut tidak dapat menggugurkan hak wali mujbir. 2) Apabila tidak ada permusuhan antara Si anak dengan bakal suaminya yang bersifat kekal dan secara dhahir dan secara bathin bisa diketahui oleh orang hidup di sekelilingnya. Semisal si anak hendak dinikahkan dengan orang yang dibencinya atau orang yang menghendaki keburukan dengannya, maka pernikahan tersebut tidak sah. 3) Apabila calon suami sekufu. 4) Apabila calon mempelai adalah orang yang mampu memberinya mahar. Keempat syarat ini merupakan syarat wajib bagi sahnya akad pernikahan. Jika terjadi kekosongan salah satu dari keempatnya, maka batallah akad pernikahan itu apabila ia tidak dimintai izin dan menyatakan ridla dengannya. 5). Jika menikahkan sang anak dengan mahar mitsil, 6) jika mahar mitsil tersebut terdiri atas barang berharga negara, dan 7) apabila mahar tersebut dibayar tunai. Tiga syarat yang terakhir adalah syarat untuk bolehnya wali mengakadkan. Dengan demikian, ia tidak boleh melangsungkan akad pernikahan tersebut sama sekali kecuali bila nyata bahwa ketiga syarat ini terpenuhi. Dan bila ia memaksa tetap melakukannya, maka ia berdosa, meskipun akadnya tetap sah.” [Al Fiqh ‘ala Madzâhib Al-Arba’ah, Beirut: Dâr al-Kutub Al-Ilmiyah, tt.: 4/24]


Haritsah bin An-Nu`man, salah seorang shahabat Nabi, pernah dimimpikan Nabi berada dalam Surga. Ternyata amalan andalannya adalah birrul-walidain. Tidak pernah sekalipun mempertanyakan perintah/permintaan ibunya. Sampai-sampai ketika diminta melakukan sesuatu, Haritsah langsung gercep (gerak cepat), begitu keluar dari pintu rumah, “Tapi ibu bilang apa ya?” untuk memastikan.


Durhaka adalah ketika kita melawan perintah baik dari orang tua. Kita berhak tidak menaati perintah orang tua manakala kita melihat ada maslahat yang lebih besar dari esensi perintah orang tua. Asalkan kita betul-betul paham mana yang lebih maslahat, perintah orang tua atau perhitungan/pertimbangan kita. Tentu dengan tetap menjaga adab dan akhlaq. Toh segala sesuatu kita bisa diskusikan lebih dulu, musyawarah dengan orang tua.


و عن ابن عباس قال: أتيت رسول الله صلى الله عليه و سلم فى الليل, فصليت خلفه , فأخذ بيدي فجرني حتى جعلني حذاءه , فلما أقبل رسول الله صلى الله عليه و سلم على صلاته خنست , فصلى رسول الله صلى الله عليه و سلم , فلما انصرف قال : ما شأنك أجعلك حذائيي فتخنس ؟ , فقلت : يا رسول الله , و ينبغي لأحد أن يصلي بحذائك . و أنت رسول الله صلى الله عليه و سلم الذي أعطاك الله ؟ قال : فأعجبه , فدعا لي أن يزيدني الله علما و فقها – قلت : فذكر الحديث . رواه أحمد و رجاله رجال الصحيح 

Dari Ibnu Abbas berkata bahwa pada suatu malam hari aku mendatangi Rasulullah, lalu aku shalat berjama’ah di belakangnya. Kemudian, beliau memegang tanganku dan menarikku lurus ke sebelahnya. Ketika beliau menghadap memulai shalatnya, aku mundur ke belakang. Kemudian, beliau menyelesaikan shalatnya. Ketika shalat berjama’ah selesai, beliau berkata, “Mengapa engkau bersikap seperti itu? Aku menempatkanmu lurus berada d,i sebelahku, tetapi engkau justru mundur ke belakang?” Aku menjawab: Ya, Rasulullah ! Tidak selayaknya seseorang melakukan shalat (berjama’ah) berada lurus di sebelahmu. Sedangkan, engkau adalah utusan Allah di mana Dia memberikan langsung karunia kepadamu. Mendengar itu, beliau merasa kagum atas jawaban Ibnu Abbas. Kemudian beliau mendo’akan aku agar Allah senantiasa memberikan tambahan dan pemahaman ilmu kepadaku tentang keagamaan. [Majma’ Az-Zawa’id wa Manba’ Al-Fawa’id, Al-Hafizh Nuruddin ‘Ali bin Abu Bakar Al-Haitami (wafat 807 H.) pada jilid 9, halaman 462, Beirut: Dar Al-Fikr]


Walhasil, wahai dede-dede gemes, cewe-cewe manis, yang sudah usia menikah, sabar ya, menghadapi orang tua itu harus dengan penuh adab, akhlaq. Ga mesti dengan memusuhi mereka. Semua bisa diobrolin dulu. Menyatukan dua pikiran itu memang tidak mudah tapi suatu saat pasti bisa, atas izin Allah. Lagipula, orang tua yang taqwa pasti sudah lebih banyak pertimbangannya dan pengalamannya. 


Secara prinsip, tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya ke dalam kehidupan yang buruk. Meski ada saja orang tua yang tidak beres yang bisa saja membuat anaknya sengsara dengan dalih ini dan itu. Kuncinya, anak dan orang tua mesti sama-sama menghadap Allah Al-Halim kalau mau mengadakan pernikahan.


Dijawab oleh UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

🔔 Follow semua media sosial Broadcast Quantum Fiqih di kontakk.com/@quantumfiqih


🎁 Sampaikan Konsultasi Syariah dan Fiqih melalui whatsapp 0821-4088-8638 dengan memperkenalkan diri dan kota domisili, untuk beragam persoalan mulai Aqidah, Ibadah, Mu'amalah, Akhlaq, Nikah dan Keluarga, Sirah/Tarikh, dan lain sebagainya. Sudah ada hampir 400 tanya jawab yang kami layani secara tertulis.


📺 Kepoin instagram.com/pejuangshalatsunnah untuk mendapatkan booster semangat merutinkan shalat wajib dan shalat sunnah. 


📺 Belanja mushaf Al-Quran cantik dan istimewa di instagram.com/gudangkitabsucialquran. 



Related

Konsultasi 7766216487942663435

Posting Komentar

Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id

emo-but-icon

Hot in week

Random Post

Cari Blog Ini

Translate

Total Tayangan Halaman

Our Visitors

Flag Counter

Brilly Quote 1

Brilly Quote 2

Brilly Quote 3

item