Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Marah bersumber dari kerasnya watak dan hilangnya kelemahlembutan (rifq,
hilm) dan kasih sayang. Marah menjadikan suasana tidak kondusif untuk
menghasilkan amal shalih, padahal kita hidup ini kewajibannya adalah beramal
shalih. Artinya, marah itu menghambat datangnya kebaikan. Ibnu Rajab Al-Hanbali
mengatakan, “Marah itu kunci kejelekan dan menahan diri dari marah itu kunci
seluruh kebaikan.” [Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam 1/362]
Dari Abu Hurairah, ada seseorang datang menemu Nabi seraya berkata, “Wahai
Rasulullah berilah aku wasiat.” Maka Rasulullah berkata, “Jangan marah!”
Beliau mengulanginya berkali-kali.” [Shahih Al-Bukhari no. 6116]
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah
amalan apa yang dapat menjauhkan aku dari kemarahan Allah?” Beliau menjawab, “Jangan
marah!” [Musnad Ahmad 2/175. Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 2747]
Dari Abu Ad-Darda`, ada seseorang datang menemui Rasulullah dan bertanya,
“Wahai Rasulullah, tunjukilah aku sebuah amalan yang dapat memasukkanku ke
dalam surga!” Rasulullah menjawab, “Jangan marah, maka bagimu surga.”
[Al-Mu’jam Al-Ausath Ath-Thabrani 2374. Shahih Al-Jami’ no. 7374; Shahih
At-Targhib wa At-Tarhib no. 2749]
Rasulullah dalam tiga kesempatan ini cukup mewasiatkan larangan marah. Ini
bukti lain bahwa menahan marah adalah kunci kebaikan. Ibnu Al-Mubarak pernah
diminta, “Kumpulkanlah untuk kami akhlaq yang baik dalam satu kata saja!”
Beliau menjawab, “Meninggalkan marah.”
Namun dari sini jangan sampai ada yang berpikiran, marah itu sama sekali
terlarang secara mutlak. Tidak. Ibnu Hajar Asy-Syafi’i berkata, “Hakekat marah
tidaklah dilarang karena merupakan perkara tabiat yang tidak bisa hilang dari
perilaku kebiasaan manusia.” [Fat-h Al-Bari 10/520]
Yang terlarang adalah melampiaskan marah, yang itu bisa memicu keburukan
dan kerusakan. Marah adalah naluri manusia ketika mendapati kondisi tak sesuai
keinginannya. Kita tidak akan mampu menghilangkan marah seluruhnya dari qalbu
kita. Karena itu kita tidak dituntut. Marah adakalanya dibutuhkan, yaitu ketika
ada musuh Allah yang menyerang Islam dan kaum muslimin.
Rasulullah Muhammad berkata, “Barangsiapa menahan amarahnya, padahal dia sanggup untuk
melampiaskannya, maka kelak Allah Tabaraka wa Ta'ala memanggilnya di hadapan para makhluk,
sehingga Dia menyuruhnya memilih bidadari mana saja yang ia inginkan." [Hasan: Shahih Al-Jami’ no. 6145, 6522; Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 718]
:: Baca artikel lengkap di majalah Lentera Qolbu edisi 1 vol. 3 (Sept. 2012)
Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id