Mengqadha Wirid
https://brillyelrasheed.blogspot.com/2014/06/mengqadha-wirid.html
Dari ‘Umar bin Al-Khaththab, Nabi
bersabda,
صحيح مسلم (1/ 515)
142
- (747) عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ
بْنَ الْخَطَّابِ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ، أَوْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ، فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ
صَلَاةِ الْفَجْرِ، وَصَلَاةِ الظُّهْرِ، كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنَ
اللَّيْلِ»
“Barangsiapa tertidur dari hizbnya
atau sebagian dari hizbnya, lalu dibacanya pada waktu antara shubuh dan zhuhr,
seolah dia membacanya pada malam hari.” [Shahih Muslim no. 747]
الموسوعة الفقهية الكويتية (21/ 257)
وَهَذَا وَارِدٌ فِي الْحِزْبِ مِنَ الْقُرْآنِ،
لَكِنْ قَال النَّوَوِيُّ: يَنْبَغِي لِمَنْ كَانَ لَهُ وَظِيفَةٌ مِنَ الذِّكْرِ فِي
وَقْتٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، أَوْ عَقِبَ صَلاَةٍ، أَوْ حَالَةً مِنَ الأحْوَال،
فَفَاتَتْهُ، أَنْ يَتَدَارَكَهَا وَيَأْتِيَ بِهَا إِذَا تَمَكَّنَ مِنْهَا وَلاَ
يُهْمِلُهَا، فَإِنَّهُ إِذَا اعْتَادَ عَلَيْهَا لَمْ يُعَرِّضْهَا لِلتَّفْوِيتِ
وَإِذَا تَسَاهَل فِي قَضَائِهَا سَهُل عَلَيْهِ تَضْيِيعُهَا فِي وَقْتِهَا. قَال
الشَّوْكَانِيُّ: وَقَدْ كَانَ
الموسوعة الفقهية الكويتية (21/ 258)
الصَّحَابَةُ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ
يَقْضُونَ مَا فَاتَهُمْ مِنْ أَذْكَارِهِمُ الَّتِي يَفْعَلُونَهَا فِي أَوْقَاتٍ
مَخْصُوصَةٍ.
وَقَال ابْنُ عَلاَّنَ: الْمُرَادُ بِالأْحْوَال:
الأْحْوَال الْمُتَعَلِّقَةُ بِالأْوْقَاتِ، لاَ الْمُتَعَلِّقَةُ بِالأْسْبَابِ كَالذِّكْرِ
عِنْدَ رُؤْيَةِ الْهِلاَل وَسَمَاعِ الرَّعْدِ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَلاَ يُنْدَبُ تَدَارُكُهُ
عِنْدَ فَوَاتِ سَبَبِهِ. وَمَنْ تَرَكَ الأْوْرَادَ بَعْدَ اعْتِيَادِهَا يُكْرَهُ
لَهُ ذَلِكَ (الفتوحات الربانية والأذكار النووية 1 / 149 وما بعدها)
“Inilah keterangan dari Nabi tentang
hizb (bacaan) dari Al-Qur`an. An-Nawawi menjelaskan, “Orang yang punya wazhifah
dzikir (kompilasi susunan dzikir) yang biasa dibacanya pada malam atau siang
atau setiap usai shalat atau dalam kondisi-kondisi tertentu, lalu kelupaan, mestinya
dia lakukan sebagai qadha pada waktu dia ingat atau pada saat yang sama di hari
lain, dan janganlah dia malas-malasan untuk itu, soalnya kalau dia mengqadhanya
maka dia belum termasuk meninggalkannya, andaikata dia asal-asalan dalam
mengqadhanya, dia akan berubah jadi gampang meremehkannya.” Dikatakan oleh
Asy-Syaukani, “Tradisi mengqadha ini sudah ada lho di zaman para shahabat dimana mereka mengqadha
dzikir-dzikir yang mereka kelupaan atau tidak sempat membacanya yang biasa
mereka baca pada waktu-waktu tertentu.” Ibnu ‘Allan menyahut, “Maksud kondisi
itu adalah kondisi yang terkait dengan waktu bukan terkait dengan sebab-sebab
seperti dzikir ketika melihat bulan sabit, mendengar guntur dan selainnya. Jika
kondisinya begitu ya tidak dianjurkan mengqadhanya ketika sebab-sebabnya sudah
hilang. Dan barangsiapa meninggalkan wirid-wirid yang dia sudah biasa
mengulang-ulangnya (alias sudah jadi kebiasaan), dimakruhkan meninggalkannya (sehingga
sebaiknya diqadha).”.” [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 21/257-258]
Nah, para pembaca, bagaimana? Ini
jadi ilmu baru kan? Ternyata kita boleh punya wirid-wirid, dzikir-dzikir,
hafalan-hafalan Al-Qur`an, dan doa-doa yang itu semua disebut wazhifah, yang
susunannya terserah kita. Jika kita sudah terbiasa membacanya, makruh
ditinggalkan lho ya! Dan sekali lagi, ini sudah tradisi sejak nenek moyang kita
yaitu para shahabat.
^~^
Jasa desain dan cetak majalah dengan kualitas desain dan cetak (hampir) setara dengan SWA, Pengusaha Muslim, Tempo, dll dengan harga terjangkau, hubungi 081515526665!
Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id