Permulaan Penulisan Hadits Nabi Pada Zaman Klasik
http://brillyelrasheed.blogspot.com/2014/06/permulaan-penulisan-hadits.html
Kondisi tersebut terus berlangsung, hingga suatu ketika Rasulullah merasa
sudah saatnya diperbolehkan mencatat hadits-hadits dari beliau secara massal
oleh para shahabat, yang sebelumnya Nabi hanya memberikan izin kepada beberapa
shahabat beliau. Faktor
yang ditakutkan, yaitu bercampur aduknya firman-firman Allah dengan
ucapan-ucapan beliau, sudah tidak ada. Maka pada saat
itu Rasulullah memerintahkan para shahabat beliau
untuk mencatat hadits-hadits dari beliau.
Dikisahkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, “Aku biasa menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah karena aku ingin menghafalnya. Maka orang-orang Quraisy melarangku dengan mengatakan, “Jangan engkau tulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah karena Rasulullah itu manusia biasa, bisa berucap dalam keadaan marah maupun senang.” Aku pun berhenti menulis apa yang kudengar. Lalu kuceritakan hal itu kepada beliau. Beliau memberi isyarat dengan jari beliau ke mulut beliau seraya berkata,
Dikisahkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, “Aku biasa menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah karena aku ingin menghafalnya. Maka orang-orang Quraisy melarangku dengan mengatakan, “Jangan engkau tulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah karena Rasulullah itu manusia biasa, bisa berucap dalam keadaan marah maupun senang.” Aku pun berhenti menulis apa yang kudengar. Lalu kuceritakan hal itu kepada beliau. Beliau memberi isyarat dengan jari beliau ke mulut beliau seraya berkata,
اُكْتُبْ! فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ
“Tulislah (hadits-hadits dariku). Demi yang
diriku berada di tangan-Nya, tidaklah keluar dari lisanku kecuali kebenaran.”
[Shahih:
Shahih Sunan Abu Dawud no. 3646. Shahih Al-Jami’ no.
1196; Ash-Shahihah no. 1532]
Di lain kesempatan, Nabi memerintahkan, “Ikatlah ilmu dengan menulisnya.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 4434; Ash-Shahihah no. 2026]
Di lain kesempatan, Nabi memerintahkan, “Ikatlah ilmu dengan menulisnya.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 4434; Ash-Shahihah no. 2026]
Rasulullah pernah pula
memerintahkan Abu Hurairah menulis khuthbah yang beliau sampaikan untuk
diberikan kepada Abu Syah dari Yaman, “Tuliskanlah (khutbah) untuk Abu Syah
ini.” [Shahih:
Shahih Sunan Abu Dawud no. 3649]
Waktu terus berjalan, para shahabat menulis hadits-hadits dari Nabi, baik dari hafalan mereka, atau dari kabar shahabat yang lain, atau langsung dari Rasulullah sewaktu beliau masih hidup. Tatkala Rasulullah telah wafat, hadits-hadits beliau masih bertebaran belum terkodifikasi secara utuh. Para shahabat menyebarkannya lewat kajian-kajian yang mereka adakan, juga lewat pertemuan dan perkumpulan.
Ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, para shahabat sepakat untuk mengkodifikasi ayat-ayat Al-Qur`an dalam satu buku (mushhaf), setelah sebelumnya melalui proses diskusi panjang tentang hukum mengkodifikasi Al-Qur`an, dimana pada masa Rasulullah masih hidup, Rasulullah tidak pernah memerintahkannya, tidak juga tersirat perintah itu secara implicit dalam hadits-hadits beliau. Hadits-hadits Nabi masih belum terkodifikasi.
Waktu terus berjalan, para shahabat menulis hadits-hadits dari Nabi, baik dari hafalan mereka, atau dari kabar shahabat yang lain, atau langsung dari Rasulullah sewaktu beliau masih hidup. Tatkala Rasulullah telah wafat, hadits-hadits beliau masih bertebaran belum terkodifikasi secara utuh. Para shahabat menyebarkannya lewat kajian-kajian yang mereka adakan, juga lewat pertemuan dan perkumpulan.
Ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, para shahabat sepakat untuk mengkodifikasi ayat-ayat Al-Qur`an dalam satu buku (mushhaf), setelah sebelumnya melalui proses diskusi panjang tentang hukum mengkodifikasi Al-Qur`an, dimana pada masa Rasulullah masih hidup, Rasulullah tidak pernah memerintahkannya, tidak juga tersirat perintah itu secara implicit dalam hadits-hadits beliau. Hadits-hadits Nabi masih belum terkodifikasi.
Kemudian kekhalifahan dijabat oleh ‘Umar
bin Al-Khaththab. Al-Baihaqi meriwayatkan dalam Al-Madkhal, dari ‘Urwah bin
Az-Zubair, bahwa ‘Umar bin Al-Khaththab ingin menulis sebuah kitab yang
mengumpulkan hadits-hadits mengenai hukum (selain ‘aqidah). Kemudian beliau meminta nasehat kepada para shahabat lainnya. Mereka pun
memberi masukan supaya beliau menulis sebuah kitab khusus.
’Umar lantas melakukan shalat istikharah memohon petunjuk kepada Allah, selama satu bulan. Keesokan harinya, dengan mantap ’Umar berkata, ”Sebenarnya aku ingin menulis kitab kumpulan hadits. Namun, aku ingat kepada sebuah kaum sebelum kalian yang menulis kitab-kitab, kemudian mereka lebih memperhatikan kitab-kitabnya itu dan meninggalkan Kitab Allah. Demi Allah aku tidak ingin mencampur Kitab Allah dengan sesuatupun selama-lamanya.”
’Umar lantas melakukan shalat istikharah memohon petunjuk kepada Allah, selama satu bulan. Keesokan harinya, dengan mantap ’Umar berkata, ”Sebenarnya aku ingin menulis kitab kumpulan hadits. Namun, aku ingat kepada sebuah kaum sebelum kalian yang menulis kitab-kitab, kemudian mereka lebih memperhatikan kitab-kitabnya itu dan meninggalkan Kitab Allah. Demi Allah aku tidak ingin mencampur Kitab Allah dengan sesuatupun selama-lamanya.”
Baca artikel lengkap di salah satu edisi majalah Ar-Risalah pada rubrik maqalah dengan judul Hadits dari Masa ke Masa. (Majalah Ar-Risalah memiliki pelanggan tetap lebih dari 15.000 orang)
Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id