Pengobatan Nabi Vs Pengobatan Medis

Ath-Thibbun Nabawi adalah metodologi yang kompleks. Munculnya ragam penyakit dan kecanggihan metoda berpikir umat manusia dalam menemukan berbagai bentuk, jenis hingga teknik pengobatan dalam upaya mengatasi berbagai penyakit tersebut, termasuk dalam cakupan Kedokteran Nabi yang maha luas.
Bohong, mereka yang beranggapan bahwa Ath-Thibbun Nabawi tidak memberikan apresiasi apapun terhadap pencapaian ilmu medis. Riwayat berikut adalah salah satu bukti akan kekeliruan sudut pandang tersebut.
Malik menyebutkan dalam Muwaththaa-nya dari Zaid bin Aslam bahwa ada seorang lelaki di masa hidup Rasulullah yang terluka sehingga darahnya menggumpal. Orang itu memanggil dua orang lelaki dari kalangan Bani Anmaar. Rasulullah memandang ke arahnya dan berkata kepada keduanya,

أَيُّكُمَا أَطَبُّ؟
"Siapa di antara kalian berdua yang lebih ahli di bidang medis?"
Kedua orang itu balik bertanya,
أَوَ فِي الطِّبِّ خَيْرٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ
"Apakah dalam medis ada istilah lebih baik, wahai Rasulullah?"
Rasulullah r menjawab,
أَنْزَلَ الدَّوَاءَ الَّذِي أَنْزَلَ الْأَدْوَاءَ
"Tentu. Karena Allah yang menurunkan penyakit, tentu Allah juga yang menurunkan obatnya.[1]"
Nabi secara tegas mengakui bahwa setiap pencapaian yang diperoleh oleh siapapun –muslim ataupun kafir--,  dalam mengenal, mengetahui dan mengilmui berbagai jenis penyakit dan obat-obatan yang dapat menyembuhkannya, haruslah dihargai. Dan bahwasanya setiap Ahli Medis memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam pengenalan terhadap penyakit dan kapabilitas dalam menyembuhkannya.
Dalam sebuah Hadis, Rasulullah bersabda,
مَنْ تَطَبَّبَ وَلَا يُعْلَمُ مِنْهُ طِبٌّ فَهُوَ ضَامِنٌ
"Barangsiapa yang berusaha melakukan tugas medis, sementara sebelumnya ia belum mempelajari ilmu pengobatan, maka ia bertanggungjawab terhadap hasilnya[2]."
Itu artinya, ilmu kedokteran secara terpisah diakui eksistensinya 'oleh' Ath-Thibbun Nabawi. Bahwasanya Kedokteran Nabi tak pernah terpisahkan dari dinamika ilmu kedokteran secara umum. Nabi amat mengecam orang yang melakukan praktik medis, namun dangkal ilmu kedokterannya. 
Pencapaian dari ilmu kedokteran yang telah melalui fase begitu panjang dalam sejarah kemanusiaan, tentu tak boleh diabaikan begitu saja. Dalam arti, setiap bentuk praktik dari kedokteran Nabi, selalu saja ilmu kedokteran klasik atau moderen yang telah terbukti efektifitasnya, digunakan sebagai media, penyeimbang, katalisator, atau bahkan dipraktikkan langsung secara beriringan dengan kedokteran Nabi itu sendiri.
Kedokteran Nabi, terkadang hadir memberi warna pada ilmu kedokteran secara umum.
Kedokteran Nabi, terkadang menghadirkan kaidah-kaidah baku yang memuat kebenaran ilmiah yang absolut, yang dapat dijadikan acuan demi kemajuan ilmu kedokteran secara umum.
Kedokteran Nabi, terkadang memberi masukan-masukan praktis dalam terapi medis, yang akhirnya menyuguhkan solusi-solusi terbaik dalam mengatasi berbagai jenis penyakit. Dan tidak jarang, praktiknya itu berseiringan dengan penerapan ilmu medis secara umum.
Kesemuanya itu membuktikan bahwa Islam memberikan perhatian terbaik bagi kemaslahatan umat manusia, dalam kehidupan dunia dan akhirat. Tapi ketika Nabi a mengatakan,
"Kalian lebih mengetahui soal urusan keduniaan kalian,"  maka itu artinya, syariat Islam tidaklah mencaplok semua urusan kemanusiaan dengan seluk-beluknya secara totalitas dalam kerangka ajaran Islam. Ada bagian dari temuan-temuan praktis yang umat manusia dibebaskan untuk berkreasi, berkesperimen dan mengeksplorasi segala kemampuan mereka di dalamnya, selama tidak melanggar adab, etika dan hukum-hukum yang ditetapkan dalam agama. Termasuk, dalam ilmu pengobatan.
Sehingga, bila dikatakanb bahwa Kedokteran Nabi telah menyajikan seluruhnya kepada umat manusia, itu tidaklah benar. Sebagaimana Islam juga tidak memberikan segalanya dalam dunia perekonomian, pertanian, kesehatan, dan teknologi secara umum. Karena bila demikian, tak ada faidah dari sabda Nabi di atas, "Kalian lebih mengetahui soal urusan keduniaan kalian.."


Disadur utuh dari Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan Nabi), PT. EFMS, Surabaya, Jawa Timur. Buku cetak bisa diperoleh di toko buku. Beli! Bukan di toko bahan bangunan. Hehe




[1] Lihat Al-Muwaththa IV : 328 dengan syarah dari Az-Zarqani, riwayat ini mursal.
[2] Dikeluarkan oleh Abu Dawud (4586), bab: Orang yang menjadi Ahli Medis tanpa ilmu. Diriwayatkan oleh An-Nasâi (VIII : 53, dalam Al-Qisâmah, bab: Sifatu Syibhil 'Am, juga oleh Ibnu Majah (3466) dalam kitab Ath-Thibb, bab: Menjadi Ahli Medis sementara tidak memiliki ilmu, sanadnya hasan. Lihat lihat Shahih Al-Jami' Ash-Shaghier  (6153).




Ngaji juga ya di brillyelrasheed.wordpress.com dan brillyelrasheed561.wordpress.com.


Tags: Tarekat Mu’tabarah, ‘Umariyyah, Naqsyabandiyyah, Qodiriyyah, Syadziliyyah, Rifa’iyyah, Ahmadiyyah, Dasuqiyyah, Akbariyyah, Chistiyyah, Maulawiyyah, Kubrawardiyyah, Khalwatiyyah, Jalwatiyyah, Bakdasyiyyah, Ghuzaliyyah, Rumiyyah, Sa’diyyah, Justiyyah, Sya’baniyyah, Kalsyaniyyah, Hamzawiyyah, Bairumiyyah,. ‘Usysyaqiyyah, Bakriyyah, ‘Idrusiyyah, 'Utsmaniyyah, ‘Alawiyyah, ‘Abbasiyyah, Zainiyyah, ‘Isawiyyah, Buhuriyyah, Haddadiyyah, Ghaibiyyah, Khalidiyyah, Syaththariyyah, Bayuniyyah, Malamiyyah, ‘Uwaisiyyah, ‘Idrisiyyah, Akabiral Auliya`, Matbuliyyah, Sunbuliyyah, Tijaniyyah, Samaniyyah, Suhrawardiyyah, Syadziliyyah, Qadiriyyah, Naqsyabandiyyah

Related

Aqidah 5282667145670467931

Posting Komentar

Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id

emo-but-icon

Hot in week

Random Post

Blog Archive

Cari Blog Ini

Translate

Total Tayangan Halaman

Our Visitors

Flag Counter

Brilly Quote 1

Brilly Quote 2

Brilly Quote 3

item