Tradisi Talbis Ternyata Lebih Laris Manis
http://brillyelrasheed.blogspot.com/2014/08/tradisi-talbis-ternyata-lebih-laris.html
Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way
Saya menyimpulkan dari sekian lama saya mengamati, entah mengapa manusia itu punya watak lebih suka kepada sesuatu yang sudah diinovasi daripada sesuatu yang asli sebagaimana adanya. Lebih tegasnya, mayoritas manusia suka dengan hal-hal yang dipoles sehingga bernuansa syar’i daripada hal-hal yang “standar” sebagaimana syariah menetapkannya.
Misalnya: Pertama, sebagian
manusia, tidak hanya wanita tapi juga pria, lebih suka dengan kerudung inovatif
beragam model yang dewasa ini disebut-sebut dengan tren hijab modern padahal
malah menampakkan auratnya karena pakaian atasan dan bawahannya tipis menerawan,
misalnya, di sisi yang lain mereka benci atau minimalnya risih dengan hijab
yang sesuai standar Al-Qur`an dan As-Sunnah sesuai fiqih para ulama madzhab.
Kedua,
sebagian manusia lebih suka berbisnis melalui framework/platform dakwah
kemudian mengatasnamakan bisnisnya sebagai infaq atau bentuk kepedulian sosial,
akan tetapi mereka kurang tertarik jika menjalankan lembaga dakwah murni untuk
dakwah dan kepedulian sosial. Pada dasarnya mereka ingin meraup untung lebih
banyak jika berbisnis atas nama infaq, padahal yang mereka kejar adalah profit
finansial belaka, atau minimalnya dipandang sebagai pejuang Islam yang shalih.
Ketiga, sebagian manusia memandang halal khamr yang digunakan
untuk tujuan menciptakan kekhusyu’an meskipun mereka tetap memandang haram
khamr yang untuk tujuan mabuk-mabukan. Keempat, sebagian manusia
bersyukur ketika berhasil menghelat konser musik bertajuk dakwah-sosial, tapi
ketika diminta berkontribusi dalam acara pengajian/majelis taklim mereka tidak
begitu semangat.
Kelima, sebagian manusia lebih mantap kalau berdoa
kepada Allah disertai dengan meminta kepada orang-orang yang sudah wafat,
daripada berdoa hanya kepada Allah semata, dengan keyakinan lebih mustajab
karena orang-orang yang sudah wafat itu dekat dengan Allah dan Allah lebih
butuh perantara, berupa manusia, sebagaimana butuhnya seorang pimpinan terhadap
resepsionis/penerima tamu.
Kelima contoh tersebut mungkin sangat manis terasa dalam pandangan
pelakunya yang terkena jerat-jerat talbis syaithani. Apakah kita termasuk yang
demikian? Kesimpulan ini bukan berarti justise terhadap semua orang, melainkan
saya maksudkan sebagai bahan renungan untuk menguji keikhlashan kita. Jadi
jangan tersinggung, tapi mari evaluasi hari-hari kemarin. Saya juga tidak menuding
bukan?
Tags: Ormas Islam Induk di Indonesia, Jami’ah Khairiyah, Al-Irsyad Al-Islamiyah, Masyumi, Syarikat Islam Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam PERSIS, Nahdlatul Wathan, Pelajar Islam Indonesia PII, Lembaga Dakwah Islam Indonesia LDII, Jam’iyah Al-Washliyah, Rabithah ‘Alawiyah, Front Pembela Islam FPI, Hizbut Tahrir Indonesia HTI, Mathla’ul Anwar MA, Jam’iyah Al-Ittihadiyah, Hidayatullah, Al-Wahdah Al-Islamiyah, Majelis Tafsir Al-Quran MTA, Harakah Sunniyah Untuk Masyarakat Islami HASMI, Persatuan Tarbiyah Islamiyah PERTI, Persatuan Ummat Islam PUI, Shiddiqiyah, Wahidiyah.
Tags: Ormas Islam Induk di Indonesia, Jami’ah Khairiyah, Al-Irsyad Al-Islamiyah, Masyumi, Syarikat Islam Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam PERSIS, Nahdlatul Wathan, Pelajar Islam Indonesia PII, Lembaga Dakwah Islam Indonesia LDII, Jam’iyah Al-Washliyah, Rabithah ‘Alawiyah, Front Pembela Islam FPI, Hizbut Tahrir Indonesia HTI, Mathla’ul Anwar MA, Jam’iyah Al-Ittihadiyah, Hidayatullah, Al-Wahdah Al-Islamiyah, Majelis Tafsir Al-Quran MTA, Harakah Sunniyah Untuk Masyarakat Islami HASMI, Persatuan Tarbiyah Islamiyah PERTI, Persatuan Ummat Islam PUI, Shiddiqiyah, Wahidiyah.
Komentar Anda sangat berharga bagi kami. Jika Anda mendukung gerakan kami, sampaikan dengan penuh motivasi. Jangan lupa, doakan kami agar istiqamah beramal dan berdakwah. Klik juga www.quantumfiqih.com dan goldenmanners.blogspot.co.id